Dalam kehidupan kita sehari-hari kadang sulit untuk membedakan jenis-jenis cacing yang hidup di sekitar kita. Apalagi untuk masyarakat perkotaan yang jarang berinteraksi dengan alam dan lingkungan. Membedakan spesies cacing saja sulit apalagi mengenali filum nya. Bagi mereka yang tidak berkecimpung dalam dunia Biologi, mungkin hal itu wajar. Namun jika para pecinta Biologi dan alam tentunya perlu tahu cara mengenali filum Platyhelminthes atau cacing pipih ini. Apa manfaat mengenali Filum cacing pipih ini? Tentu saja untuk mengetahui potensi dan manfaatnya bagi kesejahteraan manusia. Baiklah, berikut ini fakta ilmiah tentang filum Platyhelminthes supaya mudah bagi kita mengenalinya.
Platyhelminthes (cacing pipih) merupakan hewan yang mempunyai bentuk simetri bilateral dan tidak mempunyai rongga tubuh (selom). Tubuhnya tersusun dari tiga lapisan (triploblastik) yaitu ektoderm, mesoderm, dan endoderm. Ektoderm akan membentuk epidermis dan kutikula. Mesoderm akan membentuk alat reproduksi, jaringan otot, dan jaringan ikat. Sementara itu, endoderm akan membentuk gastrovaskular yang merupakan saluran pencernaan makanan.
Gambar: Contoh cacing pipih adalah Planaria sp.
Kelompok Platyhelminthes sudah mempunyai saluran pencernaan, tetapi tidak mempunyai anus. Kelompok hewan ini hidup secara parasit, tetapi ada juga yang hidup bebas di perairan. Platyhelminthes dibagi menjadi tiga kelas, yaitu Turbellaria (cacing berambut getar), Trematoda (cacing isap), dan Cestoda (cacing pita).
1) Kelas Turbellaria
Turbellaria memiliki bentuk tubuh seperti tongkat. Tubuh Turbellaria bersilia, memiliki dua mata, dan tanpa alat isap. Kelompok cacing ini hidup di perairan, genangan air, kolam, atau sungai. Biasanya cacing ini menempel pada bebatuan atau daun yang tergenang air. Contoh anggota Turbellaria yaitu Planaria sp. dan Bipalium.
Planaria mempunyai ukuran tubuh ± 0,5–1 cm. Hewan ini bersifat karnivora, hidupnya tidak parasit, dan bergerak menggunakan silia. Cacing ini memiliki daya regenerasi tinggi. Planaria memakan Protista dan hewan-hewan kecil lainnya. Planaria memakan mangsanya menggunakan faring. Faring memecah makanan dan mendorongnya masuk ke lambung. Umumnya planaria melakukan reproduksi seksual, meskipun memiliki dua jenis alat kelamin (hermafrodit).
Planaria tidak melakukan pembuahan sendiri sehingga tetap membutuhkan planaria lainnya. Kadangkala, planaria bereproduksi secara aseksual. Planaria dapat membelah menjadi dua. Setiap belahan akan tumbuh menjadi cacing dewasa. Setiap planaria tersebut memiliki kemampuan untuk beregenerasi. Adapun reproduksi seksualnya terjadi fertilisasi secara silang antarspesies Planaria . Sementara itu, Bipalium mempunyai panjang tubuh mencapai 60 cm dan hanya keluar pada malam hari.
2) Kelas Trematoda
Trematoda hidup parasit pada manusia dan hewan. Oleh karena itu, Trematoda mampu mengisap makanan dari inangnya. Cacing ini biasa hidup di dalam hati, paru-paru, dan usus. Permukaan tubuh Trematoda tidak bersilia. Tubuhnya ditutupi oleh kutikula. Di sekitar mulutnya terdapat satu atau lebih alat isap (sucker). Sucker ini dilengkapi dengan gigi kitin. Trematoda menyerap makanan yang sudah dicerna dari usus inang
Contoh Trematoda yaitu Fasciola hepatica (cacing hati). Hewan ini hidup parasit pada hati domba. Cacing hati umumnya terdapat di dalam kantong empedu ternak. Cacing hati bersifat hermafrodit, akan tetapi reproduksinya tetap harus melakukan fertilisasi silang.
Siklus hidupnya dapat diamati melalui gambar berikut.
Gambar: Siklus hidup cacing Fasciola hepatica (cacing hati)
Notes: Telur –> Mirasidium –> Sporokista –> Redia –> Serkaria –> Meta serkaria
Siklus hidup dimulai dengan bertelurnya cacing hati dewasa di dalam saluran empedu dan kantong empedu. Telur-telur tersebut kemudian masuk ke dalam usus, lalu keluar ke alam bebas bersama feses hewan ternak. Pada tempat yang sesuai, telur yang fertil akan menetas menjadi larva bersilia (mirasidium). Mirasidium akan mati jika tidak masuk ke dalam tubuh siput air tawar (Lymnea auricularis). Selama dua minggu larva ini berada di tubuh Lymnea. Selanjutnya, larva berubah bentuk menjadi sporokista. Sporokista tidak bersilia. Sporokista kemudian menjadi larva kedua yang disebut redia. Proses ini berlangsung secara partenogenesis. Redia ini dapat masuk ke dalam jaringan tubuh siput dan tumbuh berkembang menjadi larva ketiga yang disebut serkaria.
Serkaria berekor dan mampu berenang bebas. Serkaria menembus jaringan tubuh siput dan keluar berenang dalam air. Setelah itu, serkaria dapat menempel pada rumput dan melepaskan ekornya kemudian menjadi metaserkaria. Metaserkaria membungkus diri membentuk kista yang dapat bertahan lama. Apabila rumput termakan oleh hewan ternak, kista dapat menembus dinding ususnya, kemudian masuk ke dalam hati dan menuju saluran empedu. Kista ini akan tumbuh dewasa dalam waktu beberapa bulan. Setelah itu, cacing dewasa akan bertelur dan siklus ini terulang kembali.
Anggota kelas Trematoda lainnya adalah Schistosoma sp., Chlonorchis sinensis, Fasciliopsis buski, dan Paragonimus westermanii. Semuanya merupakan parasit dan memiliki inang tetap maupun sementara.
Source gambar:
- Schistosoma japonicum –> Anggota Trematoda yang menyerang (pathmicro.med.sc.edu.)
- Paragonimus westermanii –> Anggota Trematoda yang mengakibatkan infeksi pada paru-paru dan saluran pernapasan. (http://www.phsource.us)
- Fasciolopsis buskii –> Anggota Trematoda yang mengakibatkan penyakit penurunan fungsi hati.
- Chlonorchis sinensis –> Anggota Trematoda yang mengakibatkan penyakit klonorkiasis.
3) Kelas Cestoda (Cacing Pita)
Kelompok cacing ini memiliki tubuh berbentuk pipih panjang yang menyerupai pita. Cacing ini merupakan endoparasit dalam saluran pencernaan Vertebrata dan bersifat hermafrodit. Tubuh cacing ini terdiri atas segmen-segmen dan dilapisi kutikula. Setiap segmennya disebut proglotid. Cacing ini mempunyai kepala yang disebut skoleks. Pada skoleks terdapat kait-kait (rostelum). Alat kait ini tersusun dari bahan kitin. Pada skoleks juga terdapat empat buah pengisap untuk melekat pada dinding usus.
Gambar: Siklus hidup cacing pita
Di dalam tubuh manusia, cacing berkembang biak secara seksual dengan membentuk telur. Proglotid akhir yang mengandung telur masak akan lepas dari rangkaian proglotid serta keluar dari usus inang bersamaan dengan feses. Apabila proglotid akhir ini termakan oleh sapi maka telurnya akan menetas dan keluarlah larva yang disebut heksakan (onkosfer).
Larva heksakan akan menembus dinding usus sapi menuju jaringan otot dan jaringan lainnya. Heksakan berkembang menjadi sisteserkus di dalam jaringan ini. Apabila manusia memakan daging sapi yang mengandung sisteserkus, maka sisteserkus akan berkembang menjadi cacing pita dewasa di dalam usus. Selanjutnya, daur hidup cacing ini terulang kembali.
Contoh cacing pita yang biasa dikenal adalah Taenia solium dan Taenia saginata. Larva Taenia solium hidup di tubuh babi, sedangkan larva Taenia saginata hidup di tubuh sapi.
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan memberi komentar yang baik dan membangun. Sampaikan saran, kritik, pertanyaan, atau opini Anda. Kami akan coba lakukan yang terbaik untuk sobat Zona Biologi Kita