Tak
banyak ilmuwan sains yang, selain ahli dalam bidang ilmu alam, sekaligus ahli
dalam bersyair. Karena, seperti yang kini lazim dipahami, aktivitas seni adalah
bagian dari kerja otak kanan, sementara itu otak kiri bertanggung jawab dalam
respon logis, linier, dan matematis. Namun, ilmuwan satu ini mampu memiliki
kemampuan yang baik dari sisi seni dan logika. Dialah ilmuwan sekaligus penyair
berkebangsaan Italia bernama Francesco Redi.
Francesco
lahir 18 Februari 1626 di Arezzo, Italia. Dia adalah seorang dokter Italia yang
membuktikan melalui percobaan ilmiah bahwa kehadiran belatung pada daging yang
membusuk bukan hasil dari generasi
spontan, tetapi dari telur yang diletakkan lalat pada daging.
Awal Kehidupan dan Pendidikan
Francesco
Redi adalah putra dari bangsawan Gregorio Redi dan Cecilia de Ghinci. Ayahnya
adalah seorang dokter terkenal di Florence dan bekerja untuk Grand Duke Ferdinand II hingga putranya,
Casimo III. Francesco menempuh pendidikan di sekolah Yesuit yang cukup ternama.
Di sana ia dibimbing oleh Redi imam Yesuit yang ajarannya berpegang pada
filosofi Aristoteles. Setelah itu ia melanjutkan pendidikan tinggi di University of Pisa dan mendapatkan gelar
dokter medis dan filsafat pada tahun 1647 di usianya yang menginjak 21 tahun.
Selepas
lulus dari sekolah kedokteran, Francesco berkelana untuk mencari pengalaman ke
kota-kota besar di Italia seperti Roma,
Naples, Bologna, Padua, Venesia, dan akhirnya menetap di Florence pada 1648
untuk membuka praktik kedokterannya.
Di
Florence, Francesco akhirnya menjabat dokter kepala di instansi kesehatan Medici Court setelah ia berhasil
memberikan perawatan medis yang baik pada Grand
Duke, yang mengalami kecelakaan karena jatuh dari punggung kuda.
Selama
berkarir di Medici Court, Redi
menjadi sosok yang dihormati dan dicintai. Selain menjabat sebagai superintendent
di apotek kota, Redi juga mengajar kedokteran pada para residen kedokteran. Di instansi
itu pula lah sebagian besar karya akademisnya dicapai. Prestasi itu yang
membuatnya mendapatkan keanggotaan di Accademia
dei Lincei serta keanggotaan di Accademia
del Cimento (semacam akademi riset) pada 1657.
Ketika
Casimo III naik menggantikan posisi ayahnya, Redi tetap bekerja pada posisinya
sambil mengerjakan eksperimen untuk meningkatkan kemampuan praktik medis dan
bedahnya. Selanjutnya, dia juga menjadi anggota aktif "Trusca",
"Arcadia", membantu penyusunan kamus Tuscan, mengajar bahasa Tuscan
di Florence (1666).
Karya-karya Monumental Francesco
Redi
1.
Percobaan
Serangga dan Generasi Spontan
Meskipun
Francesco hidup di era ketika jaran Aristoteles, tetapi pemikiran Redi justru
dipengaruhi oleh para ilmuwan Renaissans seperti Galileo, Bruno, dan Kepler
yang terkenal sebagai pemikir reformis waktu itu. Selain itu, Redi juga membaca
tulisan Giuseppe Aromatari dari Assisi dan William Harvey yang membantah teori generasi spontan (abiogenesis), yang
ironisnya, dicetuskan oleh Aristoteles.
Pada
tahun 1688, Redi mempublikasikan hasil penelitiannya yang berjudul Esperienze
Intorno alla Generazione degl'Insetti (Percobaan asal usul serangga).
Pernyataan Omne vivum ex ovo (Semua
kehidupan berasal dari telur) dicetuskan berdasarkan percobaan yang dilakukannya
pada serangga tersebut. Selain itu, buku ini juga menjadi langkah awal dalam
penyangkalan terhadap teori "generasi spontan" - sebuah teori yang
juga dikenal sebagai abiogenesis Aristotelian.
Esperienze
Intorno alla Generazione degl'Insetti dianggap sebagai
tonggak bersejarah dalam ilmu pengetahuan modern. Dalam tulisan ini ia mencoba
menghapus mitos masyarakat yang disebutnya sebagai "membuka topeng
kebohongan", karena masyarakat waktu itu masih pecaya bahwa belatung
muncul secara spontan dari daging yang membusuk. Eksperimen yang dituangkannya
dalam buku tersebut berhasil mematahkan teori abiogenesis (kehidupan berasal
dari materi mati) dan memunculkan teori biogenesis.
Ekperimen
tersebut dilakukan Francesco dalam du atahap. Tahap pertamna, ia menyiapkan
enam botol dan membaginya menjadi dua kelompok berisi tiga botol. Dalam tabung
pertama dari setiap kelompok, ia menempatkan objek yang tidak diketahui; dalam
botol kedua dari setiap kelompok, ia meletakkan ikan mati; dan pada botol
ketiga dari setiap kelompok diletakkannya sepotong daging sapi muda.
Selanjutnya
Francesco menutupi bagian atas botol grup pertama dengan kasa halus sehingga
hanya udara yang bisa masuk ke dalamnya. Untuk dua kelompok yang lain ia
membiarkannya terbuka. Setelah beberapa hari, ia melihat belatung muncul di
objek dalam botol terbuka, yang mana lalat mampu masuk dan hinggap ke dalamnya.
Namun dalam botol tertutup, yang tidak memungkinkan lalat masuk, tidak terdapat belatung. Dari eksperimen itu
ia berkesimpulan bahwa belatung berasal dari telur lalat yang berhasil hinggap
dan bertelur di sana.
Untuk
menguatkan pendapatnya, dan menjawab sanggahan dari para pendukung
Abiogenesis, Francesco kembali melakukan
percobaan kedua dengan desain yang berbeda. Kali ini ia menyiapkan tiga stoples
kaca yang berisi daging mentah. Stoples pertama ditutup dengan kain kassa,
stoples kedua ditutup dengan gabus yang rapat, dan stopes ketiga dibiarkannya
terbuka. Setelah beberapa hari, hasilnya stoples pertama terdapat sedikit
belatung, stoples kedua bersih dari belatung, dan stoples ketiga yang terbuka
banyak terdapat belatung.
Ia berkesimpulan bahwa stoples
pertama yang ditutup kassa masih terdapat belatung karena lalat hanya bertelur
di atas kassa dan sebagian telur jatuh di dalam daging sehingga tumbuh menjadi
belatung. Stoples kedua yang rapat tidak terdapat belatung menunjukkan bahwa
lalat tidak dapat masuk dan bertelur di sana. Adapun stoples ketiga yang
terbuka memungkinkan lalat hinggap dan mbertelur di dalamnya.
Masih
juga menerima bantahan dari kaum Abiogenesis, Francesco Redi melanjutkan
eksperimennya dengan menangkap belatung dan menunggu
mereka untuk bermetamorfosis. Hasilnya ternyata belatung atau larva itu berubah menjadi lalat.
Ditambah
lagi dengan penelitian berikutnya, ketika
lalat mati atau belatung
dimasukkan ke dalam botol berisi daging tidak ada belatung muncul. Namun ketika perlakuan
sama diberikan pada daging tetapi dengan lalat hidup, hasilnya belatung kembali
muncul.
Meski
telah jelas, konsep biogenesis Francesco Redi tersebut
belum sepenuhnya dapat diterima hingga muncul percobaan yang dilakukan oleh
Louis Pasteur pada tahun 1859 yang membenarkan postulat Redi ini.
2.
Mitos
Gigitan Ular Viper
Francesco
Redi terus bekerja untuk mematahkan mitos dan takhayul
yang menggelayuti masyarakatnya. Ia kemudian bermaksud untuk mematahkan
kesalahpahaman dan kepercayaan yang salah tentang ular berbisa.
Pada
tahun 1664 Redi menulis karya Osservazioni
intorno alle vipere (Pengamatan Tentang ular Viper) kepada temannya Lorenzo
Magalotti, sekretaris Accademia del
Cimento.) Eksperimen yang dilakukannya menunjukkan bahwa empedu ular berbisa
tidak beracun, menelan bisa atau gigi ular tidak berbahaya, tetapi apabila bisa
tersebut masuk melalui luka terbuka atau diinjeksikan ke bawah kulit maka akan
berakibat fatal. Selain itu, Francesco juga menyatakan bahwa bisa ular adalah
cairan kuning yang diproduksi oleh kelenjar pada bagian kepala ular dan
diinjeksikan hanya melalui dua gigi, bukan diproduksi oleh roh liar.
Dia
juga mematahkan mitos yang menyatakan bahwa kekuatan bisa ular dipengaruhi oleh
makanannya, ular bisa meminum anggur, dan beberapa mitos yang salah lainnya. Kesimpulan-kesimpulan
itu didapatkannya dengan langkah saintifik pada efek gigitan ular. Dia bahkan
menunjukkan bahwa sebelum bisa ular sampai ke jantung, luka bagian dari lokasi
masuknya racun bisa dihentikan dan dibersihkan dengan mengisap dan membuangnya
keluar.
Namun,
pemikirannya tidak sepenuhnya diterima hingga publikasi yang dilakukan oleh
Felice Fontana pada tahun 1781, dimana kesimpulan Redi dapat diterima
sepenuhnya. Namun demikian, karya Redi tentang racun ular ini menandai awal
dari eksperimental toxinology / toksikologi.
Karya Sastra
Selain
piawai dalam eksperimen sains, ternyata Francesco Redi juga andal dalam dunia
kesusateraan. Sebagai penyair, Redi pernah menghasilkan kasrya sastra yang
sangat apik berjudul Bacco di Toscana ("Bacchus di
Tuscany"). Syair tersebut berisi puji-pujian dan dianggap sebagai salah
satu karya sastra terbaik dari abad ke-17 dan masih dibaca dan dipelajari di
Italia hingga hari ini
- • Pendirian Patung Francesco Redi di Galeri Uffizi (Piazzale degli Uffizi) di Florence. Di kakinya adalah salinan Bacco di Toscana· Sebuah kawah di Mars dinamai namanya untuk menghormatinya.· Tahap larva pada siklus hidup cacing parasit yang disebut "redia" berasal dari nama Redi. Penamaan itu diberikan oleh ahli zoologi Italia, Filippo de Filippi, pada tahun 1837.· Diadakannya The Redi Award, penghargaan paling bergengsi di toxinology, diberikan untuk menghormatinya oleh Masyarakat Internasional tentang toxinology. Penghargaan ini dipergilirkan di setiap World Congress of the IST (umumnya diadakan setiap tiga tahun) sejak tahun 1967.· Sebuah redia jurnal ilmiah, sebuah Journal of Zoology Italia, yang dinamai untuk menghormatinya, yang pertama kali diterbitkan pada tahun 1903.· Sebuah subspesies viper Eropa, Viperia Aspis francisciredi Laurenti, 1768, dinamai untuk menghormatinya.
Akhir
hayatnya diakhiri dengan meninggalnya Francesco Redi di atas pembaringan
setelah tertidur lelap dan tidak bangun-bangun lagi. Dia meninggal dalam
tidurnya pada tanggal 1 Maret 1697 di Pisa dan jenazahnya Kembali ke Arezzo
untuk pemakaman. Sementara itu, koleksi
surat-suratnya disimpan di National
Library of Medicine di Bethesda, Maryland.
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan memberi komentar yang baik dan membangun. Sampaikan saran, kritik, pertanyaan, atau opini Anda. Kami akan coba lakukan yang terbaik untuk sobat Zona Biologi Kita