Kilas Artikel
Loading...
Senin, 24 Oktober 2016

FRANCESCO REDI (1626 - 1697): Ilmuwan Pejuang Teori Biogenesis



Tak banyak ilmuwan sains yang, selain ahli dalam bidang ilmu alam, sekaligus ahli dalam bersyair. Karena, seperti yang kini lazim dipahami, aktivitas seni adalah bagian dari kerja otak kanan, sementara itu otak kiri bertanggung jawab dalam respon logis, linier, dan matematis. Namun, ilmuwan satu ini mampu memiliki kemampuan yang baik dari sisi seni dan logika. Dialah ilmuwan sekaligus penyair berkebangsaan Italia bernama Francesco Redi. 

Francesco lahir 18 Februari 1626 di Arezzo, Italia. Dia adalah seorang dokter Italia yang membuktikan melalui percobaan ilmiah bahwa kehadiran belatung pada daging yang membusuk bukan hasil dari generasi spontan, tetapi dari telur yang diletakkan lalat pada daging.

Awal Kehidupan dan Pendidikan
Francesco Redi adalah putra dari bangsawan Gregorio Redi dan Cecilia de Ghinci. Ayahnya adalah seorang dokter terkenal di Florence dan bekerja untuk Grand Duke Ferdinand II hingga putranya, Casimo III. Francesco menempuh pendidikan di sekolah Yesuit yang cukup ternama. Di sana ia dibimbing oleh Redi imam Yesuit yang ajarannya berpegang pada filosofi Aristoteles. Setelah itu ia melanjutkan pendidikan tinggi di University of Pisa dan mendapatkan gelar dokter medis dan filsafat pada tahun 1647 di usianya yang menginjak 21 tahun.
Selepas lulus dari sekolah kedokteran, Francesco berkelana untuk mencari pengalaman ke kota-kota besar di Italia seperti  Roma, Naples, Bologna, Padua, Venesia, dan akhirnya menetap di Florence pada 1648 untuk membuka praktik kedokterannya.
Di Florence, Francesco akhirnya menjabat dokter kepala di instansi kesehatan Medici Court setelah ia berhasil memberikan perawatan medis yang baik pada Grand Duke, yang mengalami kecelakaan karena jatuh dari punggung kuda.
Selama berkarir di Medici Court, Redi menjadi sosok yang dihormati dan dicintai. Selain menjabat sebagai superintendent di apotek kota, Redi juga mengajar kedokteran pada para residen kedokteran. Di instansi itu pula lah sebagian besar karya akademisnya dicapai. Prestasi itu yang membuatnya mendapatkan keanggotaan di Accademia dei Lincei serta keanggotaan di Accademia del Cimento (semacam akademi riset) pada 1657.
Ketika Casimo III naik menggantikan posisi ayahnya, Redi tetap bekerja pada posisinya sambil mengerjakan eksperimen untuk meningkatkan kemampuan praktik medis dan bedahnya. Selanjutnya, dia juga menjadi anggota aktif "Trusca", "Arcadia", membantu penyusunan kamus Tuscan, mengajar bahasa Tuscan di Florence (1666).

Karya-karya Monumental Francesco Redi
1.      Percobaan Serangga dan Generasi Spontan
Meskipun Francesco hidup di era ketika jaran Aristoteles, tetapi pemikiran Redi justru dipengaruhi oleh para ilmuwan Renaissans seperti Galileo, Bruno, dan Kepler yang terkenal sebagai pemikir reformis waktu itu. Selain itu, Redi juga membaca tulisan Giuseppe Aromatari dari Assisi dan William Harvey yang membantah teori generasi spontan (abiogenesis), yang ironisnya, dicetuskan oleh Aristoteles.
Pada tahun 1688, Redi mempublikasikan hasil penelitiannya yang berjudul Esperienze Intorno alla Generazione degl'Insetti (Percobaan asal usul serangga). Pernyataan Omne vivum ex ovo (Semua kehidupan berasal dari telur) dicetuskan berdasarkan percobaan yang dilakukannya pada serangga tersebut. Selain itu, buku ini juga menjadi langkah awal dalam penyangkalan terhadap teori "generasi spontan" - sebuah teori yang juga dikenal sebagai abiogenesis Aristotelian. 
Esperienze Intorno alla Generazione degl'Insetti dianggap sebagai tonggak bersejarah dalam ilmu pengetahuan modern. Dalam tulisan ini ia mencoba menghapus mitos masyarakat yang disebutnya sebagai "membuka topeng kebohongan", karena masyarakat waktu itu masih pecaya bahwa belatung muncul secara spontan dari daging yang membusuk. Eksperimen yang dituangkannya dalam buku tersebut berhasil mematahkan teori abiogenesis (kehidupan berasal dari materi mati) dan memunculkan teori biogenesis.
Ekperimen tersebut dilakukan Francesco dalam du atahap. Tahap pertamna, ia menyiapkan enam botol dan membaginya menjadi dua kelompok berisi tiga botol. Dalam tabung pertama dari setiap kelompok, ia menempatkan objek yang tidak diketahui; dalam botol kedua dari setiap kelompok, ia meletakkan ikan mati; dan pada botol ketiga dari setiap kelompok diletakkannya sepotong daging sapi muda.
Selanjutnya Francesco menutupi bagian atas botol grup pertama dengan kasa halus sehingga hanya udara yang bisa masuk ke dalamnya. Untuk dua kelompok yang lain ia membiarkannya terbuka. Setelah beberapa hari, ia melihat belatung muncul di objek dalam botol terbuka, yang mana lalat mampu masuk dan hinggap ke dalamnya. Namun dalam botol tertutup, yang tidak memungkinkan lalat masuk,  tidak terdapat belatung. Dari eksperimen itu ia berkesimpulan bahwa belatung berasal dari telur lalat yang berhasil hinggap dan bertelur di sana.
Untuk menguatkan pendapatnya, dan menjawab sanggahan dari para pendukung Abiogenesis,  Francesco kembali melakukan percobaan kedua dengan desain yang berbeda. Kali ini ia menyiapkan tiga stoples kaca yang berisi daging mentah. Stoples pertama ditutup dengan kain kassa, stoples kedua ditutup dengan gabus yang rapat, dan stopes ketiga dibiarkannya terbuka. Setelah beberapa hari, hasilnya stoples pertama terdapat sedikit belatung, stoples kedua bersih dari belatung, dan stoples ketiga yang terbuka banyak terdapat belatung. 
Ia berkesimpulan bahwa stoples pertama yang ditutup kassa masih terdapat belatung karena lalat hanya bertelur di atas kassa dan sebagian telur jatuh di dalam daging sehingga tumbuh menjadi belatung. Stoples kedua yang rapat tidak terdapat belatung menunjukkan bahwa lalat tidak dapat masuk dan bertelur di sana. Adapun stoples ketiga yang terbuka memungkinkan lalat hinggap dan mbertelur di dalamnya.
Masih juga menerima bantahan dari kaum Abiogenesis, Francesco Redi melanjutkan eksperimennya dengan menangkap belatung dan menunggu mereka untuk bermetamorfosis. Hasilnya ternyata belatung atau larva itu berubah menjadi lalat.
Ditambah lagi dengan penelitian berikutnya, ketika lalat mati atau belatung dimasukkan ke dalam botol berisi daging tidak ada belatung muncul. Namun ketika perlakuan sama diberikan pada daging tetapi dengan lalat hidup, hasilnya belatung kembali muncul.
Meski telah jelas, konsep biogenesis Francesco Redi tersebut belum sepenuhnya dapat diterima hingga muncul percobaan yang dilakukan oleh Louis Pasteur pada tahun 1859 yang membenarkan postulat Redi ini.

2.      Mitos Gigitan Ular Viper
Francesco Redi terus bekerja untuk mematahkan mitos dan takhayul yang menggelayuti masyarakatnya. Ia kemudian bermaksud untuk mematahkan kesalahpahaman dan kepercayaan yang salah tentang ular berbisa.
Pada tahun 1664 Redi menulis karya Osservazioni intorno alle vipere (Pengamatan Tentang ular Viper) kepada temannya Lorenzo Magalotti, sekretaris Accademia del Cimento.) Eksperimen yang dilakukannya menunjukkan bahwa empedu ular berbisa tidak beracun, menelan bisa atau gigi ular tidak berbahaya, tetapi apabila bisa tersebut masuk melalui luka terbuka atau diinjeksikan ke bawah kulit maka akan berakibat fatal. Selain itu, Francesco juga menyatakan bahwa bisa ular adalah cairan kuning yang diproduksi oleh kelenjar pada bagian kepala ular dan diinjeksikan hanya melalui dua gigi, bukan diproduksi oleh roh liar.
Dia juga mematahkan mitos yang menyatakan bahwa kekuatan bisa ular dipengaruhi oleh makanannya, ular bisa meminum anggur, dan beberapa mitos yang salah lainnya. Kesimpulan-kesimpulan itu didapatkannya dengan langkah saintifik pada efek gigitan ular. Dia bahkan menunjukkan bahwa sebelum bisa ular sampai ke jantung, luka bagian dari lokasi masuknya racun bisa dihentikan dan dibersihkan dengan mengisap dan membuangnya keluar.
Namun, pemikirannya tidak sepenuhnya diterima hingga publikasi yang dilakukan oleh Felice Fontana pada tahun 1781, dimana kesimpulan Redi dapat diterima sepenuhnya. Namun demikian, karya Redi tentang racun ular ini menandai awal dari eksperimental toxinology / toksikologi.

Karya Sastra
Selain piawai dalam eksperimen sains, ternyata Francesco Redi juga andal dalam dunia kesusateraan. Sebagai penyair, Redi pernah menghasilkan kasrya sastra yang sangat apik berjudul  Bacco di Toscana ("Bacchus di Tuscany"). Syair tersebut berisi puji-pujian dan dianggap sebagai salah satu karya sastra terbaik dari abad ke-17 dan masih dibaca dan dipelajari di Italia hingga hari ini 


  •          Pendirian Patung Francesco Redi di Galeri Uffizi (Piazzale degli Uffizi) di Florence. Di kakinya adalah salinan Bacco di Toscana
    ·         Sebuah kawah di Mars dinamai namanya untuk menghormatinya.
    ·         Tahap larva pada siklus hidup cacing parasit yang disebut "redia" berasal dari nama Redi. Penamaan itu diberikan oleh ahli zoologi Italia, Filippo de Filippi, pada tahun 1837.
    ·         Diadakannya The Redi Award, penghargaan paling bergengsi di toxinology, diberikan untuk menghormatinya oleh Masyarakat Internasional tentang toxinology. Penghargaan ini dipergilirkan di setiap World Congress of the IST (umumnya diadakan setiap tiga tahun) sejak tahun 1967.
    ·         Sebuah redia jurnal ilmiah, sebuah Journal of Zoology Italia, yang dinamai untuk menghormatinya, yang pertama kali diterbitkan pada tahun 1903.
    ·         Sebuah subspesies viper Eropa, Viperia Aspis francisciredi Laurenti, 1768, dinamai untuk menghormatinya.


Akhir hayatnya diakhiri dengan meninggalnya Francesco Redi di atas pembaringan setelah tertidur lelap dan tidak bangun-bangun lagi. Dia meninggal dalam tidurnya pada tanggal 1 Maret 1697 di Pisa dan jenazahnya Kembali ke Arezzo untuk pemakaman.  Sementara itu, koleksi surat-suratnya disimpan di National Library of Medicine di Bethesda, Maryland.


0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan memberi komentar yang baik dan membangun. Sampaikan saran, kritik, pertanyaan, atau opini Anda. Kami akan coba lakukan yang terbaik untuk sobat Zona Biologi Kita

 
Toggle Footer